Jumat, 23 April 2010

Kemajuan suatu Negara tidak terlepas dari budaya membaca masyarakatnya


Kemajuan teknologi informasi yang hadir saat ini telah mengantarkan kita seakan-akan berada dalam sebuah desa kecil (small village). Batas-batas negara semakin tak terasa dan dunia seakan telah menjadi satu. Duka Gempa di Padang menjadi duka Nasional, pererangan di Irak melawan Amerika dibantu para sekutunya menjadi perhatian dunia, bom bunuh diri di Palestina seakan suaranya terdengar sampai di negeri ini. Teknologi informasi telah menggerakkan rasa kemanusiaan, solidaritas, dan kebersamaan dunia. Di sisi lain, teknologi informasi telah menjadi media hiburan yang tidak jarang meninabobokkan budaya baca yang sebenarnya merupakan akar dari kebangkitan teknologi informasi itu sendiri.
Bagi bangsa Indonesia, tradisi membaca sesungguhnya memiliki legitimasi historis. Para tokoh pendiri Republik ini adalah sosok-sosok yang memiliki kegandrungan luar biasa terhadap buku. Soekarno, Sjahrir, Soepomo, Agus Salim, dan tokoh lainnya adalah tokoh-tokoh yang kutu buku. Mereka besar bukan sekadar karena sejarah pergerakan politiknya, tetapi mereka juga dikenal karena kualitas intelektualnya yang dibangun melalui membaca buku.
Untuk keluar dari lingkaran masalah ini diperlukan keterlibatan semua pihak untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan tersebut. Kalau kita kembali berkaca pada negara-negara maju, sesungguhnya membaca menjadi prasyarat mutlak untuk mencapai kemajuan. Dengan membaca berarti kita sedang berproses menuju satu kemajuan. Membangun budaya baca, bukan sekadar menyediakan buku atau ruang baca, tetapi juga membangun pemikiran, perilaku, dan budaya dari generasi yang tidak suka membaca menjadi generasi suka membaca. Dari generasi yang asing dengan buku menjadi generasi pencinta buku. Dan dari sana kreativitas dan transfer pengetahuan bisa berlangsung dan berkembang.
Sungguh sebuah ironi dalam masyarakat yang mayoritas muslim ini, budaya membaca masih jauh dari harapan. Ini membuktikan bahwa agama masih dipahami sebatas ajaran, belum menjadi bagian tak terpisahkan dari perilaku dan aktivitas hidup kita. Padahal dari membaca itulah peradaban Islam pernah mencapai puncaknya dengan munculnya filosof dan tokoh muslim yang sampai saat ini memiliki pengaruh yang luas. Franz Rosenthal, seorang orientalis terkemuka, mengatakan bahwa peradaban Islam adalah peradaban tulis. Penerjemahan besar-besaran dari karya-karya, terutama berbahasa Yunani dan perpustakaan yang didirikan menjadi penyangga peradaban Islam.
Pendirian taman-taman bacaan di berbagai tempat, penerjemahan buku-buku asing yang bermutu, penyediaan buku-buku murah dan terjangkau, serta keteladanan tokoh masyarakat dalam membaca dan menulis buku-buku merupakan langkah strategis bagi pemberdayaan budaya baca masyarakat.

Tidak ada komentar: